Progres Asuransi Program MBG, OJK sebut Masih Tahap Awal dan Bergantung Model Bisnis

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan tentang perkembangan terbaru soal rencana asuransi untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Implementasi asuransi MBG masih dalam proses awal, dan pembentukannya akan sangat bergantung pada model bisnis dan mekanisme pembiayaannya.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, yang menjelaskan, bahwa ruang lingkup produk asuransi untuk MBG cukup terbatas, mengingat risiko dari sisi vendor atau dapur telah ditanggung sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Tapi yang kami pahami bahwa ke depannya tidak akan bisa semua ditanggung oleh APBN, akan juga mengandalkan pembiayaan dan dukungan dana dari berbagai jasa keuangan,” ujar Mahendra kepada awak media di Jakarta (20/5).

Industri jasa keuangan, khususnya asuransi, kata Mahendra, dapat memberikan dukungan dari hulu, seperti perlindungan untuk petani, nelayan, atau aspek keamanan konsumsi MBG dilihat dari risiko yang dihadapi.

“Ini yang masih kami tentu bahas lebih lanjut sambil menunggu perkembangan sampai tahap itu,” ungkapnya.

Terkait dengan produk keuangan untuk asuransi, menurut Mahendra, MBG sendiri nantinya tidak secara khusus dibentuk roadmap. Karena produk asuransi akan berdiri sendiri di luar program MBG.

Mahendra mencontohkan, seperti perlindungan risiko untuk gagal panen.

“Kalau risiko keamanan untuk konsumsinya nanti di bagian situ. Jadi bukan kepada skemanya tapi produknya kami memberikan dukungan dan izin maupun juga nanti memfasilitasi penyesuaian. Kalau diperlukan ya peraturan yang tepat,” ujar Mahendra.

Sementara Pengamat Asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Barkah Taim, memandang dalam program MBG nanti asuransi dapat berperan sebagai perlindungan finansial bagi mitra penyedia makanan.

Perlindungan itu, Abitani menjelaskan, mencakup risiko terhadap aset fisik, kewajiban hukum terhadap pihak ketiga, maupun risiko henti usaha akibat kejadian-kejadian tertentu.

“Biaya premi bisa dimasukkan ke dalam biaya operasional sehingga tidak terlihat menjadi beban tambahan. Nilai premi sebaiknya tidak besar karena ini adalah program pemerintah yang harus didukung oleh semua pihak termasuk industri asuransi,” kata Abitani dikutip dari Infobanknews.

Senada, Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo sebelumnya menyebut, besaran premi yang ditetapkan nantinya diharapkan tidak dibebankan kepada penerima MBG dan juga tidak mengurangi nilai manfaat daripada MBG.

“Karena jenis asuransi ini belum dikenal di Indonesia (Food Poisoning) sehingga preminya hendaknya tidak dibebankan kepada penerima MBG, demikian juga tidak mengurangi nilai manfaat MBG yang sudah sangat minim sehingga berpotensi menurunkan kualitas makanan yang disajikan,” ucap Irvan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *