JAKARTA – Menghadapi tekanan ekonomi global akibat konflik geopolitik dan perang tarif, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengambil langkah proaktif dengan memperkuat manajemen risiko, terutama dalam menjaga kualitas kredit UMKM.
Sebagai bank dengan penyaluran kredit UMKM terbesar di Indonesia yang nilainya mencapai Rp1.126,02 triliun atau hampir 82% dari total kredit hingga Maret 2025, BRI menyadari potensi risiko di tengah perlambatan ekonomi domestik dan eksternal.
“BRI tetap mengutamakan prinsip pertumbuhan yang selektif demi keberlanjutan kualitas kredit,” ujar Direktur Manajemen Risiko BRI, Mucharom.
Strategi kehati-hatian ini mulai membuahkan hasil, tercermin dari penurunan rasio NPL menjadi 2,97% (dari 3,11% pada kuartal I/2024) dan LAR menjadi 11,12% (dari 12,68%).
Mucharom menjelaskan, sistem deteksi dini (early warning system) dan penguatan sistem pendeteksian fraud, digunakan sebagai cara untuk memperketat pemantauan nasabah. Tak hanya itu, menurut dia, BRI juga tengah merevisi ulang sistem credit rating agar dapat memetakan risiko secara lebih detail berdasarkan sektor ekonomi dan wilayah.
“Sistem dan tools yang ada direview kembali. Ke depan, credit rating harus lebih granular supaya bisa membedakan karakteristik risiko antar sektor dan antar daerah,” ujarnya.
Masih dijelaskan Mucharom, kesiapan SDM tak hanya dari segi sistem, tapi juga kesiapan SDM menjadi fokus. Mucharom menyebut evaluasi dilakukan terhadap kapasitas tim di lini bisnis utama, guna memastikan mitigasi risiko berjalan optimal.
Ia menambahkan, BRI tetap membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp13,8 triliun sepanjang kuartal I/2025, sementara total aset naik 5,49% secara tahunan menjadi Rp2.098,23 triliun.
Sebagai informasi, Direktur Manajemen Risiko BRI, Mucharom diangkat dalam RUPST yang dilaksanakan BRI pada 24 Maret 2025 dan mulai melaksanakan tugas setelah memperoleh persetujuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dari OJK.
