DENPASAR – Tingginya biaya hidup, menjadi salah satu factor yang mendorong masyarakat mencoba usaha sampingan, yang diawali dengan penjaman dana perbankan. Kondisi ini juga terjadi di Bali.
Biaya hidup di Bali yang kini kian mahal, membuat warga mencari pendapatan lain dengan menambah pekerjaan sampingan. Keadaan ini secara tidak langsung juga membuat masyarakat maupun pelaku usaha mencari pinjaman dana ke perbankan.
Menghadapi situasi ini, Bank BPD Bali menunjukkan komitmen kuat terhadap sektor produktif dan UMKM.
Direktur Utama I Nyoman Sudharma mengungkapkan, dalam kondisi pasar yang volatile di tengah ketidakpastian ekonomi dan keuangan global, bank milik krama Bali ini berhasil membuktikan adaptibilitasnya terhadap kondisi pasar yang tercermin dari penyaluran kredit yang mencapai Rp23,3 triliun.
“Penyaluran kredit ini tumbuh 8,80 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Bahkan kinerja penyaluran kredit pada triwulan I 2025 melebihi target yang dirancang sebesar Rp23,03 triliun,” terang Sudharma di Denpasar, Kamis (15/5/2025) kemarin.
Keberhasilan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) BPD Bali yang mencapai 170,48% dari target, kata Sudharma, sejalan dengan visi bank untuk menjadi bank yang kuat, berdaya saing tinggi, dan terkemuka dalam melayani UMKM serta berkontribusi bagi pertumbuhan perekonomian daerah yang berkelanjutan.
“Per triwulan I 2025, penyaluran kredit produktif mencapai 58,40% dari total kredit, sementara kredit kepada UMKM tumbuh 11,33% (yoy) menjadi Rp11,8 triliun atau 50,86% dari total kredit,” kata Sudharma.
Menurut dia, pencapaian ini tidak terlepas dari komitmen Bank BPD Bali mendukung UMKM melalui kredit usaha rakyat (KUR).
OJK Provinsi Bali menilai, Industri Jasa Keuangan (IJK) di Bali dan Nusa Tenggara hingga Februari 2025 tetap resilien dengan modal kuat, likuiditas memadai, dan profil risiko terjaga.
Data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2025 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya.
Kepala OJK Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menyatakan bahwa penyaluran kredit mencapai Rp231,1 triliun atau tumbuh 5,81% (yoy), meskipun sedikit melandai dibanding bulan sebelumnya. Kredit produktif mendominasi dengan 57,64%, terutama didorong oleh pertumbuhan kredit investasi sebesar 28,16% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,64 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 33,82 persen dalam bentuk Modal Kerja dan 23,82 persen dalam bentuk Investasi.
Pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp12,1 triliun atau tumbuh 28,16 persen yoy lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 sebesar 27,24 persen yoy (Januari 2025: 29,43 persen yoy).
“Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara,” terangnya.
Berdasarkan sektornya, ia mengatakan, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 42,36 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 24,49 persen.
Pertumbuhan kredit terutama disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp7,3 triliun (tumbuh 8,09 persen yoy), Penyediaan Akomodasi dan makan minum sebesar Rp1,6 triliun (tumbuh 11,63 persen yoy), serta Pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp931 miliar (tumbuh 6,93 persen yoy).
“Berdasarkan kategori debitur, sebesar 43,21 persen kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 3,32 persen yoy (Februari 2024: 10,52 persen yoy),” paparnya.
“Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Kristrianti.