PADANG – Tiga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumatera Barat dicabut izin usahanya oleh otoritas terkait. Pencabutan itu terjadi sepanjang tahun 2024 lalu.
Menindaklanjuti hal tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bergerak cepat merealisasikan penjaminan simpanan dengan total pembayaran mencapai Rp 10,4 Miliar kepada nasabah ketiga BPR tersebut.
Ketiga BPR yang dimaksud adalah:
- PT BPR Sembilan Mutiara, izin usahanya dicabut pada 2 April 2024. LPS menetapkan Simpanan Layak Bayar sebesar Rp3,42 Miliar atau 98,47% dari total penetapan simpanan Rp3,47 Miliar, yang meliputi 2.603 rekening.
- PT BPR Lubuk Raya Mandiri, izin usahanya dicabut pada 23 Juli 2024. LPS menetapkan Simpanan Layak Bayar sebesar Rp2,30 Miliar atau 99,98% dari total penetapan simpanan Rp2,301.3 Miliar, yang mencakup 727 rekening.
- PT Pakan Rabaa Solok Selatan, izin usahanya dicabut pada 11 Desember 2024. LPS menetapkan Simpanan Layak Bayar sebesar Rp4,69 Miliar atau 99,81% dari total penetapan simpanan Rp4,70 Miliar, yang terdiri dari 1.254 rekening.
Kepala Kantor Perwakilan LPS I Medan (meliputi seluruh Pulau Sumatera), M. Yusron, menjelaskan bahwa, simpanan Layak Bayar adalah simpanan yang memenuhi kriteria penjaminan LPS, yang dikenal dengan prinsip 3T.
“Tiga T itu adalah Tercatat dalam pembukuan bank, Tingkat Bunga Simpanan tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS, dan Tidak terindikasi atau terbukti melakukan fraud atau tindak pidana perbankan,” jelas Yusron di Padang pada Kamis (24/4/2025).
Hingga 31 Maret 2025, lanjut Yusron, LPS telah menangani klaim penjaminan simpanan terhadap 22 BPR/BPRS di Provinsi Sumatera Barat yang dicabut izin usahanya (CIU).
Ia menerangkan, total pembayaran yang telah dilakukan LPS mencapai Rp85,17 Miliar dari total Simpanan Layak Bayar sebesar Rp86,66 Miliar, setelah memperhitungkan batas maksimum penjaminan LPS sebesar Rp2 Miliar, set-off terhadap pinjaman, dan hasil penanganan keberatan nasabah yang diterima LPS.
Masih dijelaskan Yusron, LPS terus berinovasi untuk memperkuat kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan, salah satunya melalui percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah bank yang dilikuidasi.
“LPS bergerak cepat dalam pembayaran klaim penjaminan. Pembayaran tahap pertama kini rata-rata dapat diselesaikan dalam 5 hari kerja sejak izin usaha bank dicabut,” ungkap Yusron.
Data LPS menunjukkan tren positif dalam kecepatan pembayaran klaim penjaminan simpanan dari tahun ke tahun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2020, proses pembayaran klaim penjaminan tahap pertama untuk BPR yang dilikuidasi rata-rata memerlukan waktu sekitar 14 hari kerja. Namun, saat ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan hanya 5 hari kerja.
LPS juga memaparkan kesiapannya dalam mengemban amanat UU Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UUP2SK). Kesiapan tersebut termasuk mandat sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif mulai Januari 2028, atau lima tahun sejak UU P2SK diundangkan.
“Penyelenggaraan PPP oleh LPS bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari Perusahaan Asuransi atau PA yang di Cabut Izin Usahanya. Setiap PA yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan tertentu menjadi peserta PPP. Di mana persyaratan tingkat kesehatan tersebut ditentukan melalui koordinasi OJK dan LPS,” jelasnya.
Program Penjamin Polis, kata dia, menjamin unsur proteksi produk asuransi lini usaha tertentu, yang tidak termasuk asuransi sosial dan asuransi wajib, sesuai dengan UU P2SK
Yusron menambahkan, untuk mekanisme polis yang dijamin oleh LPS menurut UU P2SK adalah melalui pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dengan batas maksimal penjaminan polis yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).