Respons Peredaran Beras Oplosan, Aprindo Turunkan Harga Beras Premium di Ritel

JAKARTA – Maraknya jabar tentang peredaran beras oplosan di pasaran, berdampak pada penurunan harga beras premium di ritel-ritel modern. Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) telah memulai penurunan harga jual beras premium sebesar Rp 1.000 per 5 kilogram (kg) di toko-toko ritel sejak Rabu, 16 Juli 2025, kemarin.

Ketua Aprindo, Solihin, menjelaskan bahwa dengan penurunan ini, harga beras premium per 5 kg kini menjadi Rp 73.500. Sebelumnya, harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium 5 kg adalah Rp 74.500, atau setara Rp 14.900 per kilogram.

“Sejak kemarin para produsen sudah membuat surat kepada kita untuk menurunkan harga jual HET yang dari Rp 74.500 itu turun Rp 1.000 per 5 kilo. Jadi turun Rp 200 per kilo,” ungkap Solihin di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada Kamis, 17 Juli 2025.

“Sehingga HET, harga eceran tertinggi pada saat ini ya itu adalah Rp 73.500,” sambungnya.

Penurunan harga ini merupakan respons terhadap pengakuan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengenai praktik beras oplosan yang masif beredar di pasar tradisional dan ritel modern. Beras-beras tersebut dikemas seolah premium, padahal isinya telah dicampur atau tidak sesuai standar.

Investigasi yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri menemukan setidaknya 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, baik dari sisi berat kemasan, komposisi, hingga label. Beberapa merek bahkan mengklaim kemasan 5 kg, namun hanya berisi 4,5 kg. Banyak pula yang menyatakan beras premium, padahal kualitasnya biasa.

“Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa,” kata Amran dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Senin, 14 Juli 2025.

Amran menambahkan, praktik ini berpotensi merugikan konsumen hingga Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram. Secara total, kerugian yang ditimbulkan dari praktik oplosan beras diperkirakan mencapai Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *