JAKARTA – Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia terus mengalami trend penurunan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan jumlah per Maret 2025, sebanyak 161 BPR. Dari jumlah 1.392 BPR beroperasi pada Maret 2024, turun 161 bank menjadi 1.345 bank.
Data ini tercantum dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang diterbitkan OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa pengurangan jumlah BPR ini merupakan bagian dari upaya merger dalam rangka pemenuhan modal inti minimum Rp6 miliar.
“Memang ini upaya kami untuk melakukan konsolidasi, dan akan terus berlanjut. Tujuannya adalah memastikan bahwa meskipun jumlah bank mengecil, kekuatan mereka justru semakin membesar. Jika kita melihat kasus penutupan BPR sebelumnya, pengurangan jumlah tersebut justru beriringan dengan peningkatan aset,” ujar Dian dalam keterangan tertulis Rapat Dewan Komisioner (RDK) Mei 2025.
Meskipun jumlah BPR menjadi lebih sedikit, lanjut Dian, namun peningkatan kapasitas modal naik, dari Rp3 miliar menjadi Rp6 miliar. Ditambah dengan kebijakan merger, telah sangat membantu memperkuat kondisi ekonomi dan sosial BPR secara keseluruhan.
“Karena itu BPR kan sekarang konsolidasinya sangat rame ya. Sedang besar-besaran dari BPR melakukan konsolidasi itu. Dan diperkirakan nih, walaupun waktu-waktu itu kan kita sebenarnya bukan target, tetapi bisa mendekati sampai seribu sisanya itu. Dulu kan saya pernah ngomong pada awal-awal gitu kan, saya akan targetkan menjadi seribu,” katanya
OJK, kata Dian, memiliki pengaturan mengenai exit policy yang menitikberatkan deteksi sejak awal terhadap permasalahan dan kondisi BPR/S. Kondisi ini sebagai upaya perbaikan tingkat solvabilitas atau likuiditas, yang membahayakan kelangsungan usahanya maupun langkah penyehatan
“Proyeksi BPR/S yang akan mengalami CIU (cabut izin usaha) pada tahun 2025 bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh upaya penyehatan yang dilakukan oleh pengurus dan/atau PSP (pemegang saham pengendali) BPR/S,” ucapnya.
Dian menambahkan, OJK senantiasa melakukan tindak lanjut pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seiring dengan menjaga stabilitas sistem keuangan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).