JAKARTA – Langkah merger digadang-gadang sebagai titik terang bagi industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang tengah menghadapi tantangan serius. Pasalnya, penutupan sejumlah BPR kian masif terjadi, baik tahun lalu maupun hingga pertengahan tahun ini.
Sebelumnya sepat diberitakan, bahwa tiga BPR, yaitu PT BPR Rejeki Insani dan PT BPR Dutabhakti Insani (keduanya dari Jawa Tengah), serta PT BPR Bina Kharisma Insani (Jawa Timur), akan digabungkan ke dalam PT BPR Bina Sejahtera Insani yang juga berbasis di Jawa Tengah.
Penggabungan ini berlangsung di tengah gelombang penutupan BPR yang belum reda. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sebanyak 21 BPR dan BPR Syariah (BPRS) telah ditutup sejak 2024 hingga pertengahan 2025.
Contoh paling anyar adalah pencabutan izin usaha PT BPRS Gebu Prima pada Kamis (17/4/2025).
Perusahaan ini dinyatakan tak mampu melakukan penyehatan, meskipun telah diberikan kesempatan oleh OJK bersama pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi. Kondisi serupa juga menimpa BPR/BPRS lain yang tertekan oleh masalah likuiditas dan permodalan.
Menyikapi kondisi ini, OJK menegaskan tetap berkomitmen memperkuat peran BPR sebagai pilar inklusi keuangan. OJK juga telah menerbitkan tiga peraturan baru yang menjadi tonggak penting bagi industri. Langkah ini sebagai bentuk penguatan.
DIjelaskan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, peraturan pertama, POJK No. 23/2024 tentang Pelaporan melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan (TKK), yang mewajibkan penggunaan aplikasi pelaporan APOLO untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi keuangan.
Kedua, POJK No. 24/2024 mengenai Kualitas Aset BPRS, yang menekankan pengelolaan risiko aset berbasis prinsip syariah.
Ketiga, POJK No. 25/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah bagi BPRS, yang memperkuat peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam menjaga kepatuhan.
Seluruh regulasi ini sejalan dengan amanat UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta peta jalan pengembangan BPR/BPRS 2024–2027. OJK berharap aturan-aturan tersebut dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap BPR/BPRS.
Sementara terkait pencabutan izin, beberapa waktu lalu Dian menjelaskan bahwa keputusan tersebut bukan langkah instan. Menurutnya, pengawasan dilakukan secara intensif untuk memastikan upaya penyehatan berjalan, termasuk penambahan modal, aksi korporasi, dan konsolidasi.
“Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi merupakan beberapa langkah penyehatan selama BPR berstatus dalam penyehatan,” ujar Dian.
OJK, menurut Dian, juga mewajibkan seluruh BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar untuk melakukan konsolidasi, termasuk melalui merger. Tenggat waktu pemenuhan modal tersebut ditetapkan hingga 31 Desember 2024.
“Apabila sampai akhir 31 Desember 2024 belum memenuhi ketentuan, BPR/BPRS wajib melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, akuisisi, dan/atau mendapatkan investor baru untuk memenuhi modal inti,” ujar Dian.
Dian menambahkan, waktu yang diberikan cukup panjang sejak diberlakukannya POJK No. 5/POJK.03/2015 dan POJK No. 66/POJK.03/2016. Dengan demikian, OJK akan terus melakukan pengawasan untuk mendorong penguatan permodalan melalui konsolidasi.
Daftar BPR yang ditutup pada periode 2024-2025:
1. BPR Wijaya Kusuma
2. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
3. BPR Usaha Madani Karya Mulia
4. BPR Pasar Bhakti Sidoarjo
5. BPR Purworejo
6. BPR EDC Cash
7. BPR Aceh Utara
8. BPR Sembilan Mutiara
9. BPR Bali Artha Anugrah
10. BPRS Saka Dana Mulia
11. BPR Dananta
12. BPR Bank Jepara Artha
13. BPR Lubuk Raya Mandiri
14. BPR Sumber Artha Waru Agung
15. BPR Nature Primadana Capital
16. BPRS Kota Juang (Perseroda)
17. BPR Duta Niaga
18. BPR Pakan Rabaa
19. BPR Kencana
20. BPR Arfak Indonesia
21. BPRS Gebu Prima