JAKARTA – Maraknya kasus investasi bodong, menjadi perhatian Komisi IX DPR RI, salah satunya kasus yang diduga menyeret nama pemilik Telesindo Group, Hengky Setiawan.
Anggota Komisi XI DPR, Puteri Komarudin, dalam keterangannya mengungkapkan, masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan, agar segera melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Ketika kita merasa sudah ditipu oknum, kita perlu segera melapor ke OJK maupun Satgas PASTI. Terlebih, Satgas ini juga telah meluncurkan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), yang sangat berguna untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening penipuan,” kata Puteri, dalam keterangannya, Selasa, 10 Juni 2025.
Putri menyoroti tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, yang baru mencapai 66 persen, hanya naik 1 persen dibandingkan 2024. Menurut dia, ada kesenjangan cukup lebar, mengingat tingkat inklusi keuangan yang sudah mencapai 80 persen. Untuk itu ia menegaskan pentingnya peningkatan literasi keuangan di tengah masyarakat.
“Tingkat inklusi keuangannya sudah mencapai 80 persen. Artinya, ada kesenjangan yang cukup lebar antara inklusi dan literasi keuangan. Hal ini dimanfaatkan oknum untuk melakukan berbagai modus penipuan,” ujar Politikus Partai Golkar itu.
Proses hukum terhadap terduga pelaku penipuan investasi, lanjut dia, juga harus ditegakkan secara maksimal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Pastinya, saya mendukung pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan dan investigasi secara menyeluruh. Dengan begitu, dapat dilakukan penegakan hukum yang tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata dia.
Edukasi dan literasi keuangan, kata Putri, harus digencarkan. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi para pelaku industri jasa keuangan.
“Upaya edukasi keuangan perlu terus digencarkan. Tidak hanya dari pemerintah, OJK, BI, tetapi juga bagi pelaku industri jasa keuangan. Apalagi, sesuai dengan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan, mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka peningkatan literasi dan inklusi keuangan,” ujar dia.
Selain itu, dia menilai peran Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) harus dioptimalkan dalam memblokir entitas ilegal dan melindungi masyarakat dari produk keuangan palsu.
“OJK melalui SATGAS PASTI perlu terus memblokir entitas investasi ilegal guna mencegah peredaran produk ilegal tersebut, sekaligus mencegah timbulnya korban,” kata Puteri.
Kepada masyarakat, ia mengimbau agar selalu waspada terhadap investasi bodong. Masyarakat jangan mudah tergiur dengan tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi secara instan.
“Saya mengajak masyarakat untuk selalu waspada. Pastinya prinsip legal dan logis. Yang berarti cek dulu legalitasnya di OJK. Kemudian, pastikan apakah keuntungan yang ditawarkan sangat berlebihan, sehingga seolah-olah tidak ada risiko. Ini yang harus kita waspadai,” pungkasnya.
Sebelumnya, mencuat kasus dugaan investasi bodong yang menyeret HS. Kasus ini bermula ketika PT UCS yang sahamnya dimiliki HS dan adiknya WS memiliki aset berupa saham PT TMI sebesar 37 persen (2,7 miliar lembar). Pada 2018, saham 2,7 miliar lembar digadaikan ke bank.
Dalam perusahaan ini, HS menjabat sebagai Direktur Utama dan WS menjabat sebagai komisaris. Pada 2019-2020, pihaknya menerbitkan bilyet investasi dengan menjadikan Rp1 miliar saham PT TMI sebagai dasar jaminan.
Kegiatan ini tidak memiliki izin dari OJK. Saham yang dijadikan dasar jaminan sudah digadaikan sebelumnya.
Nasabah sekitar 300 orang lebih dengan total kerugian kurang lebih Rp3,2 miliar. Ketika mulai tersendat dan tidak tepat waktu mengembalikan uang investor, mulai banyak investor yang datang untuk menagih uangnya. Untuk mengalihkannya, PT UCS kemudian dipailitkan untuk menghindar dari upaya investor menagih.
Sejak kasus bergulir, sudah ada dua laporan di Polda. Yakni, LP/B/3614/IV/2024/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 28 Juni 2024, dan STTLP/B/963/II/2025/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 10 Februari 2025.