JAKARTA – Jutaan pemain judi online, ternyata bermodal hutang dari bank. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, penghutang bank ada sebanyak 3,8 juta pemain judi online (judol). Angka tersebut, bahkan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pada 2023, dari 3,8 pemain judol, sebanyak sebanyak 2,4 juta adalah pengutang.
“Di tahun 2024, dari 8,8 juta pemain, 3,8 jutanya memiliki pinjaman. Jadi, dia main judi online plus minjam uang di bank,” ungkap Ivan di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Bila sang pemain tidak ada lagi akses ke bank, lanjut Ivan, maka dia akan mencari pinjaman online atau pinjol untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau dia tidak punya akses kepada bank, lalu dia tetap harus beli makan, bayar sekolah, dan macam-macam. Jadi, dia pinjamnya ke mana? Dia pinjamnya larinya ke pinjol (pinjaman online),” ujarnya.
Bermain judol, menurut dia, tidak hanya berdampak sosial, namun juga memberikan tekanan yang luar biasa kepada penjudi tersebut.
Berdasarkan data PPATK pada 2024, ia menjelaskan, kelompok masyarakat berpendapatan rendah cenderung menghabiskan 73 persen uangnya untuk bermain judol.
“Dulu kemungkinan dapat Rp1 juta dibuang cuma Rp300 ribu, sekarang dapat Rp1 juta, Rp900 ribu bisa terbuang untuk judi online,” ujarnya.
Angka ini, kata Ivan, bergerak terus sejak 2017.
“Pemain judol semakin boros untuk judi online,” ucapnya.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa pemain judol pada Januari-Maret atau Q1 2025 yang dikategorikan berpenghasilan rendah, yakni Rp0-5 juta, tercatat mencapai 71,6 persen dari total 1.066.970 pemain.
“Dibandingkan dengan 2024, 70,7 persen dari total pemain, 9.787.749 orang yang bertransaksi. Bayangkan, ini sangat masif, saudara-saudara kita berpenghasilan rendah terlibat judi online,” katanya.