JAKARTA – Penyaluran kredit konsumsi di berbagai segmen mengalami perlambatan akibat daya beli masyarakat yang belum pulih dan tingginya suku bunga.
Data Bank Indonesia (BI), menunjukkan pertumbuhan kredit konsumsi hingga Februari 2025 hanya mencapai 9,4% secara tahunan (yoy), melambat dari 10,5% yoy pada Desember 2024.
Kenaikan suku bunga dasar semakin menekan pertumbuhan ini, dengan beberapa bank mulai menaikkan suku bunga kredit.
Salah satunya PT Bank Central Asia Tbk (BCA), tercatat menaikkan Struktur Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) KPR dan KPA menjadi 9,47% per 31 Maret 2025, dari sebelumnya 9,22%. Sedangkan untuk kredit konsumsi non-KPR, kenaikan lebih tajam terjadi dari 6,42% menjadi 7,12%.
Melalui keterangan EVP Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn menyampaikan bahwa penyesuaian suku bunga kredit, termasuk pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), merupakan tindakan berkala yang mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.
Struktur Suku Bunga Dasar Kredit BCA, menurut Hera, secara umum masih berada pada tingkat yang kompetitif.
Ia mengatakan, bahwa dinamika penyaluran kredit konsumsi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga, yang berkorelasi erat dengan kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Dalam upaya menjaga pertumbuhan kredit yang berkelanjutan, masih dijelaskan Hera, BCA secara aktif melakukan pemantauan terhadap dinamika ekonomi dan preferensi konsumsi, serta mengimplementasikan strategi pemasaran seperti penawaran promosi dan penetapan suku bunga yang terukur.
Adanya tekanan pada sektor kredit konsumsi, terutama pada segmen KPR yang stagnan akibat tingginya biaya dan ketatnya persaingan, ini juga diakui Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk, Lani Darmawan.
Walaupun begitu, Lani mengatakan, beberapa segmen masih menunjukkan pertumbuhan, seperti kredit kendaraan bermotor yang naik 27% per Maret 2025 dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang tumbuh 14%, sehingga total kredit konsumsi CIMB Niaga tumbuh 5,5%.
Ditegaskannya, demi menjaga kualitas asset, CIMB Niaga memilih untuk tidak agresif dalam penyaluran kredit Strategi yang diterapkan mencakup pendekatan berbasis hubungan nasabah dan penetapan harga berbasis risiko (risk-based pricing), dengan mempertimbangkan profitabilitas hubungan jangka panjang.
“Saat ini, kualitas aset kami masih terjaga dengan baik,” ujarnya.
Sementara OK Bank, turut menerapkan kebijakan konservatif.
Direktur Kepatuhan Bank OK, Efdinal Alamsyah mengungkapkan, hal itu dilakukan dengan menyalurkan kredit baru secara selektif untuk menjaga stabilitas portofolio di tengah suku bunga tinggi, melemahnya daya beli, dan ketidakpastian global.
Efdinal menambahkan, akibat strategi ini, penyaluran kredit konsumsi Bank OK mengalami penurunan sekitar 12% dibandingkan akhir 2024.
“Demi menjaga kualitas kredit, kami memilih langkah konservatif,” tandasnya.