NPL BPR Jateng Tembus 18%, DPR RI Minta OJK Awasi Lebih Ketat

SEMARANG JATENG – Tingginya angka kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) pada sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Tengah (Jateng) menjadi perhatian serius Komisi XI DPR RI.

Kondisi ini terungkap dalam Kunjungan Spesifik Komisi XI ke Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada Jumat (28/11/2025).

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, menegaskan bahwa pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat diperlukan untuk menjamin kesehatan lembaga keuangan, khususnya BPR di Jateng.

Fauzi Amro menyoroti kondisi BPR di Jateng yang dinilai mengkhawatirkan karena tingkat NPL-nya jauh melampaui batas standar nasional.

Tingkat NPL Jateng: 18–19%, jauh di atas batas ideal yang ditetapkan secara nasional, yaitu di bawah 5%.

Dampak: Angka ini mengindikasikan adanya potensi kredit macet yang sangat besar, menunjukkan banyak BPR di wilayah tersebut berada dalam kondisi tidak sehat.

“Pengawasan terhadap BPD dan BPR menjadi salah satu fokus utama kunjungan Komisi XI karena kondisi BPR di Jawa Tengah cukup mengkhawatirkan. Tingkat kredit bermasalahnya berada jauh di atas standar nasional,” ungkap Fauzi.

Untuk mencegah memburuknya kondisi BPR, Komisi XI memberikan sejumlah rekomendasi tegas kepada OJK. Langkah ini bertujuan untuk mendeteksi dini penyimpangan dan memperbaiki tata kelola BPR.

Fauzi menerangkan, Komisi XI memiliki tiga permintaan utama kepada OJK, yakni :

  • Melakukan pengawasan intensif untuk mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini.
  • Memberikan edukasi dan inklusi kepada para pengelola BPR untuk meningkatkan pemahaman tata kelola yang sehat, dan
  • Menerapkan regulasi yang tegas terkait tata kelola BPR di Jawa Tengah dan DIY.

Fauzi Amro juga menyinggung data pencabutan izin BPR secara nasional. Hingga saat kunjungan, OJK telah mencabut izin 161 BPR di seluruh Indonesia akibat berbagai pelanggaran seperti kredit fiktif, fraud, dan manipulasi data. Saat ini, jumlah BPR di Indonesia tercatat sekitar 1.300-an.

Selain pengawasan, Fauzi menambahkan, Komisi XI menekankan pentingnya koordinasi yang kuat antara BPD, BPR, dan perbankan lain. Diharapkan, perbaikan sistem pengawasan ini akan berdampak positif pada kualitas penyaluran kredit, terutama kepada UMKM.

“Harapan kami ke depan, kredit yang diberikan kepada UMKM bisa meningkat, pelaku usaha semakin banyak, UMKM dapat naik kelas, sehingga ekonomi masyarakat makin membaik,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *