SEMARANG – Penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait pencairan kredit usaha PT BPR Bank Jepara Artha, masih terus dilanjutkan. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memeriksa saksi kunci, yakni Mulyaji, yang menjabat sebagai Komisaris Utama BPR Jepara.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan, pada pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Semarang tersebut, penyidik juga memanggil Sus Seto, seorang karyawan dari PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jawa Tengah.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan sejak September 2024 dan melibatkan lima tersangka. Fokus utama penyelidikan adalah pencairan 38 rekening kredit fiktif dengan total nilai mencapai Rp272 miliar dalam kurun waktu 2022 hingga 2023.
Sebelumnya, KPK telah mendalami dugaan mark-up nilai agunan dan pembuatan laporan risiko kredit yang dikondisikan. Hal ini terungkap dari pemeriksaan terhadap Damang Witanto dari KJPP Gunawan dan Rekan serta Budiawan Noor Susanto, Kepala Divisi LKMR & APU PPT BPR Jepara Artha.
Aliran Dana dan Keterlibatan Politik
Kasus ini semakin kompleks dengan adanya dugaan aliran dana ke ranah politik. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan menelusuri kemungkinan dana korupsi digunakan untuk pendanaan kampanye Pilpres.
Hal ini sejalan dengan temuan PPATK yang mengungkap adanya aliran dana mencurigakan sebesar Rp102 miliar dari BPR Jepara Artha ke sejumlah pihak, termasuk yang diduga terafiliasi dengan simpatisan partai politik.
Menanggapi tudingan ini, Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Sudaryono, membantah keras keterlibatan partainya atau entitas yang terafiliasi.
Kasus ini telah menyebabkan keresahan di masyarakat dan nasabah BPR Jepara Artha. Puncaknya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha BPR tersebut pada 21 Mei 2024, secara resmi menghentikan seluruh operasionalnya.