JAKARTA — Bank Syariah Indonesia (BSI) kini memiliki kedudukan yang sama dengan bank-bank besar di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Perubahan ini seiring dengan BSI yang
resmi menyandang status sebagai bank BUMN murni, setelah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Senin (22/12/2025). Melalui kepemilikan Saham Seri A Dwiwarna oleh pemerintah.
Dalam bahan rapat tersebut tertulis ‘Perubahan Anggaran Dasar Perseroan dalam rangka penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan peraturan OJK mengenai penerapan tata kelola syariah bagi bank umum syariah’.
Konsekuensi dari perubahan status ini adalah perombakan Anggaran Dasar perusahaan. BSI kini harus tunduk pada standar tata kelola BUMN, termasuk penguatan kewenangan negara sebagai pemegang saham.
Selain perubahan Anggaran Dasar, RUPSLB juga membahas pendelegasian kewenangan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2026 kepada dewan komisaris. Skema ini mengikuti pola tata kelola yang berlaku di bank-bank BUMN lainnya, yakni BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN.
Tak hanya soal status BUMN, BSI juga memperkuat struktur internalnya dengan menempatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pilar utama bank, sejajar dengan Direksi dan Komisaris sesuai aturan terbaru OJK.
Untuk efisiensi, persetujuan rencana kerja (RKAP) 2026 kini didelegasikan kepada Dewan Komisaris, mengadopsi sistem yang sudah diterapkan di bank-bank pelat merah lainnya.






