Perbarindo SulutGoMalut Genjot Pelatihan CKPN, Tekankan Urgensi Kepatuhan dan Pemahaman BPR

MANADO, SULUT – Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) SulutGoMalut melakukan upaya mendesak peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam manajemen risiko kredit.

Langkah ini sebagi sikap serius Perbarindo dalam mengantisipasi dampak regulasi baru terhadap permodalan BPR.

Untuk itu, Perbarndo SulutGoMalut menggelar Workshop Penerapan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) di Lion Hotel Manado, Kamis (4/12/2025).

Seacara spesifik, kegiatan ini menargetkan Direksi dan Komisaris BPR, untuk memastikan pemahaman komprehensif terkait kebijakan CKPN, yang memiliki efek langsung dan signifikan terhadap kesehatan finansial BPR.

Ancaman Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Batas Waktu 2026
Sekretaris Perbarindo SulutGoMalut, Vecky Palit, menegaskan bahwa penerapan CKPN adalah isu kritis yang tidak bisa dianggap remeh, sebab dampaknya langsung memengaruhi modal.

“CKPN tidak boleh main-main. Ketika terjadi Kredit Bermasalah (NPL), porsi CKPN yang harus dibentuk akan besar, dan ini langsung memengaruhi Capital Adequacy Ratio BPR,” ujar Palit.

Menurutnya, aturan baru ini membuat jaminan kredit tidak lagi diperhitungkan, sehingga kualitas kredit harus dijaga betul-betul. Palit menekankan Direksi dan Komisaris wajib lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit demi menjaga permodalan.

Palit juga mengingatkan bahwa sesuai ketentuan, CKPN telah wajib diterapkan sejak Januari 2025. Namun, OJK memberikan masa transisi hingga tahun 2026. Setelah masa transisi berakhir, aturan akan diberlakukan penuh tanpa pengecualian.

“Kalau kita tidak siap, ketika CAR turun di bawah ketentuan $8\%$, BPR bisa masuk dalam pengawasan intensif (ICCU) dan bahkan bisa masuk Daftar Bank Dalam Pengawasan (DDP). ICCU itu hanya satu tahun. Itulah pentingnya kita mempersiapkan SDM mulai sekarang,” tegasnya.

Mendorong Kinerja yang Produktif dan PrudensialWorkshop ini menjadi bagian penting dari program kerja DPD Perbarindo untuk memastikan seluruh SDM BPR, khususnya yang terlibat dalam operasional perkreditan sehari-hari, dapat memahami dan menerapkan CKPN secara benar.

Palit berharap, melalui pemahaman yang lebih baik tentang risiko kredit dan dampaknya terhadap CKPN, penerapan manajemen perkreditan di BPR dapat menjadi lebih prudensial (hati-hati) sekaligus tetap produktif.

“Intinya, kami ingin SDM BPR memahami secara benar materi CKPN, yang sangat berhubungan dengan bagaimana kita memberikan kredit secara baik dan benar agar risiko kredit bisa diperkecil,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *