Dorong Gen Z Melek Keuangan, Mahasiswa Unpas Kunjungi BPR LPM Bandung

BANDUNG JABAR – BPR Lima Padma Mandiri (LPM) Kota Bandung menerima kunjungan dari kalangan akademisi, tepatnya dari mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Kunjungan dalam kegiatan literasi keuangan ini atas dasar pemikiran yang menyadari tingginya arus informasi literasi keuangan saat ini, dan menarik minat generasi muda.

Fenomena generasi muda melek literasi keuangan, menjadi angin segar di dunia finansial. Generasi muda dituntut untuk melek finansial di tengah perkembangan teknologi dan keuangan digital.

Kegiatan literasi keuangan menjadi wadah bagi generasi muda dalam memahami pentingnya perencanaan keuangan.

Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi mengungkapkan, kesadaran itu mulai dibangun melalui kegiatan literasi keuangan yang melibatkan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan dalam kunjungan ke BPR Lima Padma Mandiri (LPM) di Jalan Terusan Jakarta, Kota Bandung, Kamis (30/10/2025).

Acu menjelaskan, kunjungan ke BPR LPM ini bentuk sinergi yang sangat positif antara perguruan tinggi dan lembaga bisnis, khususnya sektor keuangan.

“Kami sangat mengapresiasi BPR LPM yang telah membuka ruang bagi mahasiswa untuk belajar langsung mengenai operasional dan ekosistem BPR,” ujar Acu.

Kegiatan literasi seperti ini, lanjut dia, membantu mahasiswa mengonfirmasi teori yang diperoleh di kelas dengan praktik lapangan.

“Mahasiswa jadi memahami bagaimana BPR beroperasi, apa prospek bisnisnya, serta tantangan yang dihadapi di sektor keuangan mikro,” jelasnya.

Diketahui, bahwa hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis OJK dan BPS menunjukkan, bahwa kalangan muda Indonesia semakin aktif dalam ekosistem keuangan, namun masih menghadapi tantangan pemahaman finansial.

Kelompok usia 18–25 tahun memiliki indeks literasi keuangan sebesar 73,22 persen dengan tingkat inklusi 89,96 persen, sementara usia 26–35 tahun mencatat literasi 74,04 persen dan inklusi 86,10 persen.

Meski demikian, generasi paling muda (15–17 tahun) masih tertinggal dengan literasi hanya 51,68 persen, menandakan pentingnya pendidikan keuangan sejak dini agar anak muda tidak sekadar menjadi pengguna layanan keuangan, tetapi juga paham cara mengelolanya dengan bijak.

Acuviarta menyebut, bahwa literasi keuangan perlu terus diperkuat melalui kolaborasi nyata antara perguruan tinggi dan lembaga keuangan.

“Literasi tidak cukup hanya dengan teori. Mahasiswa harus mengalami langsung praktiknya agar memahami konteks dan realitas sektor keuangan di masyarakat,” katanya.

Menurutnya, BPR memiliki posisi strategis karena berinteraksi langsung dengan masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro.

“BPR adalah lembaga keuangan yang paling dekat dengan masyarakat, dan memiliki peran penting dalam mendorong inklusi keuangan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda di tengah derasnya arus informasi digital.

“Informasi keuangan kini sangat mudah diakses, tetapi belum tentu akurat. Kunjungan seperti ini memberikan pengalaman langsung yang lebih berkualitas dibanding hanya belajar dari media sosial,” kata Acuviarta.

Langkah mahasiswa Unpas ini disambut baik oleh BPR LPM, melalui Pemegang Saham Pengendali PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Lima Padma Mandiri, Zaenal Aripin, mengungkapkan, bahwa kesadaran kawula muda dalam pengelolaan finansial harus diiringi pemahaman dasar tentang manajemen risiko.

Zaenal juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara dunia perbankan dan kampus.

Bagi pihaknya, kehadiran mahasiswa dalam kegiatan literasi menjadi ruang saling belajar.

“Mahasiswa bukan hanya belajar teori di kelas, tapi juga bisa melihat langsung bagaimana sistem keuangan bekerja,” katanya.

Soal gaya hidup finansial anak muda masa kini yang rentan pada pay later dan pinjaman daring, Zaenal berpendapat, fenomena itu muncul karena rendahnya kesadaran literasi keuangan.

“Banyak yang pinjam tanpa tahu bunganya. Ketika jatuh tempo baru bingung. Literasi itu penting supaya tidak terjebak pada hutang konsumtif,” ujarnya.

Tantangan perbankan rakyat, menurut dia, tidak hanya datang dari bank emok atau pinjaman ilegal, tetapi juga dari kemudahan akses fintech. Namun Zaenal menilai persaingan ini bisa disikapi dengan adaptasi digital tanpa meninggalkan kedekatan sosial.

“Kita tidak bisa lepas dari digital, tapi layanan BPR tetap harus punya sentuhan manusia. Di situ bedanya dengan platform online,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *