JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyoroti kebijakan pemerintah, yang menempatkan dana sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himpunan Milik Negara (Himbara).
BI menilai, meski berhasil membanjiri likuiditas perbankan secara umum, namun kebijakan ini juga menimbulkan dampak negatif yang memicu ketidakmerataan di industri perbankan.
Hal ini diungkapkan, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI, Imam Hartono, yang mengakui bahwa langkah Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dengan suntikan dana masif ini, tiba-tiba mampu mengatasi kesulitan likuiditas yang dialami banyak bank.
Namun begitu, Imam menekankan bahwa manfaat likuiditas ini hanya dinikmati oleh bank-bank pelat merah, sementara bank lain tetap “kekeringan”.
“Dengan adanya kucuran likuiditas itu, ada beberapa bank [Himbara] yang memiliki likuiditas jauh lebih tinggi dari pada bank-bank lain karena diberikan bantuan likuiditas,” ujar Imam belum lama ini.
Dalam Training of Trainer Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Sabtu, 15 November 2025 yang digelar beberapa waktu lalu, Imam menjelaskan, bahwa salah satu dampak negatif paling terasa adalah terganggunya mekanisme kredit sindikasi (pembiayaan yang diberikan bersama oleh beberapa bank untuk satu proyek korporasi).
Diakuinya, Bank Himbara yang menerima kucuran dana Rp200 triliun tersebut kini memiliki modal yang cukup untuk membiayai proyek korporasi secara mandiri. Kondisi ini berakibat mereka tidak lagi membutuhkan partisipasi bank-bank lain dalam sindikasi tersebut.
“Jadi yang tadinya bank-bank lain itu bergabung untuk membiayai satu projek korporasi, akhirnya satu [bank Himbara] yang dapat Rp200 triliun ini maju sendiri. Itu bisa, artinya yang lain jadi tidak kebagian. Itu salah satu dampak negatif, walaupun intensinya baik untuk membanjiri pasar dengan likuiditas,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menggarisbawahi dampak positif dari kebijakan ini. Menurut Purbaya, penempatan kas pemerintah sebesar Rp200 triliun ke Himbara merupakan bagian dari cash management yang berhasil meningkatkan likuiditas perekonomian.
Hal ini tercermin dari data per September 2025:
- Pertumbuhan Uang Primer (M0): Tumbuh 13,2% secara tahunan (year on year/yoy).
- Pertumbuhan Uang Beredar Luas (M2): Mencapai 8% yoy, lebih tinggi dari 6,5% yoy pada Juni 2025.
- Purbaya menyatakan peningkatan uang beredar ini sejalan dengan kebijakan moneter longgar dan ekspansi likuiditas yang dilakukan pemerintah.






