Aset Perbankan Syariah Tembus Rp 979 Triliun, OJK sebut Transformasi Industri Syariah

BOGOR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga Agustus 2025, total aset perbankan syariah (termasuk Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPR Syariah) berhasil tumbuh sebesar 8,15% secara tahunan (yoy), mencapai angka krusial Rp 979 triliun.

Catatan ini menunjukkan bahwa industri perbankan syariah di Indonesia terus menunjukkan momentum pertumbuhan yang solid dan berkelanjutan, merefleksikan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah nasional.

Selain itu, pertumbuhan ini juga didukung oleh kinerja fundamental yang kuat, di antaranya, Pembiayaan yang tumbuh 8,13% (yoy) menjadi Rp 671 triliun, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik 7,37% (yoy), mencapai Rp 757 triliun.

Direktur Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah OJK, Nyimas Rohmah, menuturkan bahwa tren ini menandai transformasi positif industri syariah.

“Dalam beberapa tahun terakhir, industri perbankan syariah di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Market share kita kini telah mencapai 7,44% dari total aset perbankan nasional. Peningkatan ini menunjukkan arah positif dari transformasi yang sedang berjalan,” ujar Nyimas dalam acara Media Workshop di Bogor.

Nyimas menambahkan, dominasi aset syariah masih disumbang oleh Bank Umum Syariah (BUS) sebesar 67,6%, diikuti Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar 29,4%, dan BPR Syariah sebesar 2,56%.

Fokus Strategis OJK: RP3SI 2023-2027
Nyimas menjelaskan, arah penguatan industri syariah ke depan akan dipandu oleh Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027. RP3SI menetapkan dua fokus besar transformasi:

  1. Peningkatan Ketahanan dan Daya Saing Industri
    Fokus utama adalah memperkuat fondasi kelembagaan melalui konsolidasi, peningkatan resiliensi, dan efisiensi operasional.

“Upaya peningkatan daya saing tidak hanya diukur dari pertumbuhan aset, tetapi juga dengan memperkuat fondasi kelembagaan, efisiensi digital, dan penerapan tata kelola syariah yang kuat dan transparan,” kata Nyimas.

  1. Penguatan Dampak Sosial-Ekonomi (Social Impact)
    Perbankan syariah didorong untuk memanfaatkan peran gandanya sebagai lembaga intermediasi keuangan sekaligus agen sosial. Hal ini diwujudkan melalui optimalisasi instrumen keuangan sosial syariah (Ziswaf—Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf).

“Perbankan syariah tidak hanya mengejar profit, tetapi juga berperan aktif dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Melalui pemanfaatan Ziswaf, bank syariah dapat mendorong inklusi keuangan dan membantu pembiayaan sektor produktif, terutama UMKM yang belum terjangkau layanan perbankan konvensional. Inilah nilai yang membedakan keuangan syariah dari sistem lainnya,” pungkasnya.

OJK optimis bahwa dengan implementasi RP3SI yang konsisten, industri perbankan syariah akan terus meningkatkan daya saingnya di tingkat regional dan global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *