MADIUN – Sembilan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Timur yang terancam sanksi konsolidasi paksa (merger atau akuisisi), menjadi perhartian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK menyoroti nasib 9 BPR tersebut, karena ketidakjelasan langkah-langkah mereka untuk memenuhi target modal inti minimum sebesar Rp6 miliar yang harus dicapai pada Desember 2025.
OJK terus memantau sembilan BPR tersebut. Hal ini ditegaskan Kepala Direktorat Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 1 Kantor Perwakilan OJK Jawa Timur, Nasirwan Ilyas, dalam Media Gathering di Madiun, Minggu (19/10/2025).
“Kira-kira sembilan BPR yang masih kami pandang belum jelas langkah-langkah pemenuhan modal intinya itu bisa terselesaikan secara baik,” ujar Nasirwan
Nasirwan menjelaskan, permasalahan utama yang dihadapi sembilan BPR ini adalah keterbatasan likuiditas dari pemilik. Sebagian pemilik tidak memiliki dana yang cukup untuk menambah modal, dengan kekurangan modal bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp1 miliar.
Jika batas waktu Desember 2025 terlewati dan sembilan BPR tersebut gagal memenuhi modal inti Rp6 miliar, kata Nasirwan, OJK akan segera menerapkan Peraturan OJK (POJK) mengenai konsolidasi BPR.
Sesuai Peraturan OJK (POJK), Nasirwan menerangkan, langkah yang dapat ditempuh antara lain:
Merger (Penggabungan): Pemilik BPR yang kekurangan modal dapat bergabung dengan BPR lain yang kondisinya serupa, meski diakui hal ini sulit karena adanya perbedaan visi pemegang saham.
Akuisisi: Pemegang saham diminta mencari investor strategis yang bersedia mengakuisisi dan menambah modal BPR.
Nasirwan menjelaskan bahwa pencarian investor baru ini memerlukan waktu karena harus melalui tahapan perizinan dan evaluasi kepemilikan saham. Ia menegaskan OJK akan terus bernegosiasi dan mencari solusi terbaik, namun jika ketentuan tidak terpenuhi, OJK akan menerapkan perintah sesuai POJK konsolidasi BPR.