PADANG – Sebanyak 30 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumatera Barat (Sumbar) belum mencapai batas minimum modal inti sebesar Rp6 miliar, sebagaimana diwajibkan oleh POJK Nomor 5/POJK.03/2015.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Barat ini, menunjukkan sektor BPR di Sumbar menghadapi tantangan serius terkait pemenuhan modal inti minimum.
Kepala OJK Sumatera Barat, Roni Nazra, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 63 BPR dan 14 BPR Syariah (BPRS) yang berkantor pusat di wilayah tersebut.
“Dari total 63 BPR, kami mencatat masih ada 30 BPR yang perlu segera memperkuat permodalannya. Kami terus mendorong seluruh BPR untuk mengambil langkah strategis yang sesuai dengan regulasi, salah satunya melalui penambahan modal,” tegas Roni Nazra.
Meskipun dihadapkan pada tantangan permodalan, lanjut Roni, kinerja intermediasi BPR dan BPRS di Sumbar menunjukkan angka yang signifikan.
Ia menjelaskan, secara agregat, total aset BPR dan BPRS mencapai Rp2,88 triliun, dengan BPRS berkontribusi sebesar Rp789,1 miliar. Kemampuan penghimpunan dana juga kuat, di mana total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp2,08 triliun (termasuk Rp521,3 miliar DPK BPRS).
Penyaluran kredit dan pembiayaan juga tercatat positif, mencapai Rp2,25 triliun (dengan porsi BPRS Rp630,1 miliar). Angka ini menunjukkan peran vital BPR dan BPRS sebagai penyalur pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah.
Namun, dikatakan Roni, di tengah capaian tersebut, OJK mencatat adanya sinyal peringatan terkait kualitas pembiayaan. Rasio kredit bermasalah (NPL Gross) BPR dan BPRS di Sumbar berada di angka 11,82 persen.
Angka ini menuntut peningkatan signifikan dalam manajemen risiko dan kualitas penyaluran kredit agar kesehatan finansial sektor ini tetap terjaga.
Untuk mengatasi persoalan modal inti minimum, OJK secara konsisten mendorong strategi penguatan modal melalui merger atau penggabungan usaha. OJK menilai langkah ini merupakan solusi paling strategis, agar BPR yang ada menjadi lebih efisien dan memiliki daya saing yang lebih kuat.
Upaya konsolidasi ini sudah menunjukkan hasil. Roni Nazra menjelaskan, sejak tahun 2018 sudah terdapat sembilan BPR di Sumbar yang sukses melakukan penggabungan. Bahkan, hingga Agustus 2025, tiga kelompok BPR sedang dalam proses merger resmi.
“Merger yang berhasil akan menghasilkan BPR yang lebih besar, lebih efisien, dan memiliki daya saing yang kokoh. Kami memastikan BPR hasil penggabungan tetap memenuhi standar prudensial dan sehat,” ujar Roni.
OJK menegaskan komitmennya untuk memfasilitasi dan memantau setiap upaya BPR dalam memperkuat struktur permodalan.
“Prinsipnya jelas, semakin kuat modalnya, semakin besar kemampuan BPR dalam mendukung UMKM dan masyarakat di daerah,” ucapnya.
OJK berharap seluruh BPR di Sumatera Barat dapat segera merampungkan pemenuhan modal inti minimum. Dengan permodalan yang kuat, sektor BPR diharapkan dapat berdaya saing tinggi dan berkontribusi secara optimal dalam memajukan pembiayaan ekonomi daerah.