Dugaan Korupsi BPR Indra Arta: Kejari Inhu Tetapkan Sembilan Tersangka, Kerugian Negara Capai Rp15 Miliar

PEKANBARU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu (Inhu), Riau saat ini tengah menangani kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi yang masif di lingkungan Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta.

Pada kasus ini, Kejari Inhu menetapkan total sembilan orang sebagai tersangka.

Korupsi ini disinyalir terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah selama periode panjang, yakni dari tahun 2014 hingga 2024. Berdasarkan hasil perhitungan Inspektorat Inhu, kerugian negara akibat praktik lancung ini ditaksir mencapai angka fantastis, yakni Rp15 miliar.

Sembilan tersangka yang telah ditetapkan berasal dari jajaran internal BPR Indra Arta, mulai dari Direktur, Pejabat Eksekutif, Account Officer (AO), hingga Teller, serta satu orang yang berasal dari pihak debitur.

Modus Operandi: Kredit Fiktif dan Penyaluran Melanggar Prosedur

Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Didie Tri Haryadi, mengungkapkan bahwa para tersangka diduga kuat terlibat dalam berbagai praktik penyaluran kredit yang melanggar aturan baku. Modus yang digunakan bervariasi dan terstruktur, meliputi:

– Penggunaan nama orang lain (fiktif) dalam pengajuan pinjaman.

– Penggunaan agunan yang tidak sah.

– Penyaluran kredit tanpa survei (tanpa prosedur yang benar).

– Melakukan pencairan deposito tanpa persetujuan sah dari nasabah.

“Para tersangka diduga terlibat dalam praktik penyaluran kredit yang melanggar aturan,” ujar Didie Tri Haryadi saat konferensi pers pada Kamis, 2 Oktober 2025.

Peran Tersangka dan Dampak Kredit Macet

Sembilan tersangka tersebut diidentifikasi dengan inisial SA (Direktur BPR Indra Arta sejak 2012), AB (Pejabat Eksekutif Kredit), serta tujuh staf lainnya: ZAL, KHD, SS, RRP, THP (seluruhnya Account Officer), RHS (Teller), dan KH (Kasir).

Kajati menjelaskan bahwa setiap tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam melancarkan korupsi ini. Peran tersebut mencakup menyetujui kredit tanpa prosedur yang jelas, melalaikan tugas pengawasan, hingga terlibat langsung dalam proses pencairan deposito bermasalah dan penyaluran kredit macet.

“Perbuatan tindak tersebut menyebabkan 93 debitur masuk kategori kredit macet dan 75 debitur harus hapus buku,” jelas Didie, menunjukkan dampak buruk langsung dari penyalahgunaan wewenang ini terhadap kesehatan keuangan BPR. Ia juga menegaskan bahwa hasil dari dugaan korupsi ini digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.

Penahanan dan Ancaman Hukuman

Guna mempermudah proses penyidikan lebih lanjut, kesembilan tersangka telah resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Rengat untuk masa penahanan selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan setelah memastikan seluruh tersangka berada dalam kondisi kesehatan yang prima melalui pemeriksaan medis.

Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Mengingat tindak pidana ini telah berlangsung selama satu dekade, Plt. Kajati Riau tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru seiring dengan pendalaman penyidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *