BPR Khawatir Dana Rp200 Triliun Pemerintah ‘Kanibal’ Lembaga Keuangan Lokal

DENPASAR BALI – Dana sebesar 200 triliun yang digelontorkan pemerintah kepada 5 bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) menuai kekhawatiran lembaga keuangan akar rumput.  

Kebijakan yang bertujuan meningkatkan likuiditas dan mendorong kredit ini, dinilai berpotensi melemahkan atau bahkan ‘menganibal’ eksistensi lembaga keuangan kecil seperti Bank Perekonomian Rakyat (BPR), koperasi, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

Direktur Utama PT BPR Sukawati Pancakanti (BPR Kanti), Made Arya Amitaba, menyampaikan kekhawatiran ini dalam acara “Stakeholder Gathering 2025–Implementasi Community Bank Memperkuat Perekonomian Daerah” yang digelar dalam rangka HUT ke-36 BPR Kanti.

“Kebijakan ini jangan sampai menjadi kanibalisasi bagi lembaga keuangan kecil seperti BPR, koperasi, dan LPD,” tegas Amitaba.

Harapan: Memperkuat, Bukan Melemahkan

Amitaba berpendapat bahwa alokasi dana pemerintah yang masif seharusnya diarahkan untuk memperkuat lembaga keuangan rakyat, bukan justru menciptakan persaingan yang tidak seimbang di tingkat bawah. Lembaga-lembaga ini selama ini telah menjadi tulang punggung perekonomian lokal dan akses pembiayaan utama bagi masyarakat kecil.

“Program ini harus dipastikan tidak melemahkan, tetapi justru menguatkan lembaga keuangan rakyat yang selama ini melayani sektor riil di daerah,” sambungnya.

Detail Suntikan Dana Rp200 Triliun

Seperti diketahui, pemerintah telah mengalirkan total Rp200 triliun kepada bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk memacu pertumbuhan kredit.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam keterangan pers pada 12 September 2025 merinci alokasi dana tersebut kepada lima bank:

– Rp55 triliun masing-masing untuk Bank Mandiri, BRI, dan BNI.

– Rp25 triliun untuk BTN.

– Rp10 triliun untuk Bank Syariah Indonesia (BSI).

Menkeu Purbaya menjelaskan, dana tersebut berasal dari anggaran pemerintah yang sebelumnya tersimpan di bank sentral. Tujuannya adalah untuk meningkatkan likuiditas di sistem perbankan komersial agar dapat segera disalurkan sebagai kredit ke sektor riil dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.

“Dengan likuiditas yang meningkat, bank tidak punya alasan menahan kredit. Kita ingin pertumbuhan ekonomi bergerak lebih cepat,” ujar Purbaya saat itu.

Namun, di tengah harapan pemerintah, BPR Kanti dan lembaga keuangan lokal lainnya kini menanti kepastian agar gelontoran dana jumbo tersebut tidak justru menggerus pangsa pasar dan kemampuan lembaga keuangan rakyat untuk bertahan dan berkembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *