JAKARTA – Kebijakan penerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan menggelontorka dana sebesar 200 tiliun untuk perbankan, menuai sorotan.
Keputusan yang digagas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ini diklaim untuk memperkuat likuiditas dan menopang pertumbuhan ekonomi.
Kritik diungkapkan oleh pemerhati kebijakan ekonomi, Peri Akri Domo, yang menilai suntikan dana untuk perbankan tersebut tidak menyentuh sektor yang paling membutuhkan, yakni Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Padahal menurut Peri, lebih dari 80 persen struktur ekonomi Indonesia saat ini ditopang oleh UMKM. Sementara dana ratusan triliun justru lebih banyak diarahkan ke bank-bank umum seperti BRI, Mandiri, BNI, BTN, hingga BSI.
Dalam keterangannya, Peri menyebut bahwa, bila memang tujuan utama membantu ekonomi rakyat, seharusnya dana itu mengalir langsung ke BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan koperasi.
“Kedua lembaga ini memang dirancang menjadi mitra UMKM sejak awal,” kata Peri, Minggu (14/9/2025).
BPR dan koperasi, ia menjelaskan, sangat dekat dengan pelaku usaha kecil. Bukan sekedar menyalurkan modal, namun dua lembaga ini juga menjadi alternatif sehat bagi pelaku UMKM agar tidak terjerat ijon atau rentenir yang kerap menawarkan pinjaman cepat dengan bunga tinggi.
Penjelasan ini, kata Peri, berdasarkan rekam jejak panjang dirinya di dunia keuangan mikro, yang pernah memimpin cabang bank umum.
Peri mengaku pernah menjadi direktur utama sejumlah BPR, hingga mendirikan belasan BPR di Riau. Bahkan, pernah memiliki saham mayoritas di dua BPR di Pekanbaru.
“Sekedar mengingatkan, saya pernah menjabat sebagai kepala cabang bank umum, direktur utama BPR di beberapa tempat, konsultan pendirian BPR kurang lebih 12 BPR di Riau. Saya juga eks pemilik BPR Tuah Negeri Mandiri sebesar 20 persen, eks pemilik BPR Putra Riau Mandiri 99 persen, serta konsultan BPR dan koperasi sekaligus pelaku UMKM. InshaAllah, saya tahu persis kondisi di lapangan,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, hampir 80 persen pelaku ekonomi adalah UMKM, namun di sisi lain, separuh aset nasional justru dikuasai oleh hanya 1 persen penduduk. Menurut dia, ini merupakan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Ia menambahkan, Bank umum sebaiknya tetap fokus di pasar besar, seperti infrastruktur, industri besar, atau otomotif.
“Sedangkan untuk sektor rakyat, biarkan BPR dan koperasi menjalankan perannya. Dengan begitu, akses permodalan UMKM lebih terbuka dan praktik ijon bisa ditekan,” pungkasnya.