JAKARTA – Kebijakan larangan beroperasinya truk ODOL (Over Dimension and Over Load) hingga kini masih menjadi polemik. Sejatinya, larangan ODOL sudah termaktub dalam UU Nomor 22 Tahun 2009. Namun implementasinya telah tertunda berkali-kali sejak dicanangkan pada 2017.
Penyebabnya adalah seruan protes pengemudi dan pengusaha logistik yang mengaku keberatan. Padahal, kebijakan larangan ODOL dipicu tingginya angka kecelakaan fatal akibat truk ODOL
Kini, sebuah langkah maju diambil oleh DPR, pemerintah, dan asosiasi pengemudi logistik, yang sepakat untuk membentuk tim kerja guna merumuskan solusi program Zero ODOL dengan target implementasi penuh pada tahun 2027.
Kesepakatan ini lahir dari sebuah pertemuan tertutup yang dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya, termasuk Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet.
Dasco mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto secara khusus menyoroti masalah ini, menandakan urgensi penanganannya.
“Presiden Prabowo juga memperhatikan dengan cermat mengenai masalah ODOL ini,” ungkap Dasco, menekankan bahwa komitmen dari pucuk pimpinan negara akan menjadi pendorong utama.
Meningkatnya risiko kecelakaan dari praktik ODOL adalah alasan utama percepatan kebijakan ini. Data Kementerian Perhubungan menunjukkan, pada tahun 2024 saja, ada 27.337 kecelakaan yang melibatkan angkutan barang.
Hal yang lebih mengkhawatirkan, PT Jasa Raharja mencatat lebih dari 6.000 korban jiwa akibat pelanggaran muatan, sebuah statistik yang menuntut tindakan segera.
Meskipun keberatan dari pengemudi dan pelaku usaha logistic menjadi hambatan utama kebijakan larangan ODOL, namun kali ini, Menhub Dudy Purwagandhi memastikan tidak ada lagi penundaan.
“Kami sepakat perlu komitmen pemberlakuan Zero ODOL dan kami akan siapkan untuk ini, tidak bisa ditunda lagi,” tandas Dudy, menandai era baru dalam upaya menjaga keselamatan lalu lintas di Indonesia.