Pengoplosan 212 Merek Beras Rugikan Negara Rp100 Triliun, DPR RI Desak Pemerintah Tindak Tegas Pelaku

JAKARTA – Komisi IV DPR RI menyoroti kasus beras oplosan yang menjadi temuan Kementerian Pertanian (Kementan) RI dan Satgas Pangan. Ditemukan sebanyak 212 merek beras diduga hasil oplosan dan tidak memenuhi standar kualitas, mutu, serta volumenya. Akibat praktik itu, menimbulkan potensi kerugian negara mencapai Rp100 triliun.

Menyikapi hal itu, anggota Komisi IV DPR RI Cindy Monica meminta Pemerintah menindak tegas perusahaan dan pelaku beras oplosan.

“Ini bukan sekadar soal bisnis, ini soal perut rakyat Indonesia. Kalau beras saja dipermainkan, maka nyawa dan kesejahteraan rakyat pun dipertaruhkan,” kata Cindy kepada wartawan, Senin (14/7/2025).

Cindu menyatakan, pihak mendukung penuh langkah Kementan bersama Satgas Pangan yang telah menyerahkan temuan itu ke Kapolri dan Jaksa Agung. Langkah hukum, menurut politikus Partai NasDem ini, harus segera dilakukan agar kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan tidak runtuh.

“Kita harus bersihkan mafia pangan dari hulu ke hilir. Tidak boleh ada kompromi untuk pelaku yang sengaja merugikan negara dan menipu rakyat dengan produk beras yang tidak layak konsumsi,” kata dia.

Cindy juga mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan distribusi beras agar kasus serupa tidak terulang kembali. Komisi IV, Cindy menegaskan, siap mengawal persoalan ini hingga tuntas.

“Ini saatnya negara hadir dengan tegas dan berpihak kepada petani serta konsumen. Jangan sampai yang kecil makin ditekan, sementara yang bermain di balik layar justru kebal hukum,” tandasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya beredar kabar, Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan menemukan sebanyak 212 merek beras yang produknya tidak sesuai standar atau berisi beras oplosan

Sebanyak 212 merek itu ditemukan tak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Mentan Amran Sulaiman mengungkapkan, modusnya adalah mencantumkan label yang tidak sesuai dengan kualitas beras sebenarnya, atau sering disebut oplosan.

Amran mencontohkan, ada 86 persen dari produk yang diperiksa, mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal hanya beras biasa. 

Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg. 

“Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia,” kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7/2025).

Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun. 

“Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir Rp100 triliun,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *