SURABAYA – Sebanyak 3.443 rekening penunggak pajak, yang tersebar di 11 bank besar berkantor pusat di Jakarta dan Tangerang diblokir. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur melalui seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III, telah melakukan pemblokiran serentak terhadap ribuan rekening penunggak pajak tersebut.
Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, mewakili DJP di wilayah Jawa Timur, menjelaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum penagihan. Pemblokiran dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah menerima surat teguran dan surat paksa, namun belum juga melunasi kewajiban perpajakannya.
Agustin Vita Avantin menegaskan bahwa pemblokiran ini merupakan bagian dari pelaksanaan kewenangan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Seluruh proses ini telah didahului dengan pendekatan persuasif dan serangkaian upaya penagihan aktif lainnya,” ujarnya dalam keterangan resminya, Rabu (25/6/2025).
Kewenangan DJP dalam meminta bank untuk memblokir rekening nasabah didasari oleh landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar.
Selain rekening bank, DJP juga melakukan pemblokiran terhadap aset keuangan lain yang dimiliki Wajib Pajak, seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan lainnya yang berada di lembaga keuangan.
Bagi Wajib Pajak yang rekeningnya terkena pemblokiran, DJP meminta agar segera menghubungi KPP tempat terdaftar untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian utang.
Meskipun demikian, Agustin menegaskan bahwa fasilitas permohonan pembayaran secara angsuran maupun penghapusan sanksi administrasi tetap dapat diajukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Melalui langkah penegakan hukum penagihan ini, DJP berharap dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta mendukung pencapaian target penerimaan negara tahun 2025 secara berkelanjutan.
“Penagihan pajak akan terus dilakukan secara konsisten, terukur, dan sesuai ketentuan, sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara dalam menjaga penerimaan. Kami akan selalu mengedepankan aspek humanis, efisien, yang berkeadilan, ketepatan waktu menagih (convenience of payment), dan kesetaraan/tidak diskriminatif (equality) dalam melaksanakan hukum perpajakan,” pungkas Agustin.