JAKARTA – Perbankan menghadapi tantangan berat dalam menjaring Dana Pihak Ketiga (DPK) tahun ini akibat pengetatan likuiditas. Kondisi ini dirasakan oleh semua skala bank, bahkan bank-bank besar yang pertumbuhan DPK-nya melambat menjadi 4,7% per Maret 2025 (year-on-year), turun dari 5,51% di Desember 2024.
Disaat laju pertumbuhan DPK bank besar semakin loyo, namun sebagian besar masih berhasil menorehkan pertumbuhan oustanding kredit dua digit.
Menyikapi kondisi ini, bank dituntut memiliki strategi jitu untuk meningkatkan DPK, terutama dana murah, menjadi krusial untuk mengimbangi ekspansi kredit.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan, Bank Mandiri, yang menorehkan pertumbuhan kredit 16,5% secara tahunan per Maret 2025, hanya bisa menumbuhkan DPK 11,2%. Bahkan, secara kuartalan, DPK hanya naik 2,93%. Alhasil, likuiditas menyempit dengan loan to deposit ratio (LDR) 92,5%.
Ia mengatakan, DPK tumbuh, terutama didorong dana murah yang meningkat 8,89% secara tahunan. Ke depan, kata dia, Bank Mandiri akan memfokuskan diri memacu CASA.
“Kami memanfaatkan digitalisasi untuk mengoptimalkan akuisisi dana murah dan meningkatkan efisiensi biaya dana,” ujar Darmawan, belum lama ini.
Darmawan menjelaskan, di tiga bulan pertama 2025, nilai transaksi Livin mencapai Rp 4.175 triliun, naik 20,7% secara tahunan. Transaksi Kopra mencapai Rp 23.824 triliun, naik 23,3% secara tahunan.
Sementara, kredit Bank Central Asia (BCA) tumbuh 12,6% secara tahunan, tapi DPK cuma naik 6,5% secara tahunan dan 5,3% secara kuartalan.
Kemudia,n Bank Negara Indonesia (BNI) yang kreditnya naik 10,1% secara tahunan, hanya membukukan kenaikan DPK 5% secara tahunan dan 1,7% secara kuartalan. DPK Bank Rakyat Indonesia (BRI) hanya naik 0,4% secara tahunan.
BCA terus memacu transaksi digital sebagai strategi memacu dana murah. EVP Corporate Communication BCA Hera F. Haryn bilang, pertumbuhan transaksi digital telah mendorong dana murah menjadi kontributor utama pertumbuhan DPK BCA.
Sekretaris perusahaan BNI Okki Rushartomo mengatakan, struktur pendanaan berbasis transaksional semakin menguat seiring dengan digitalisasi yang digencarkan.