SURABAYA – DPRD Kota Surabaya memperkenalkan peran Bank Perkreditan Rakyat Surya Artha Utama (BPR SAU), BUMD milik Pemkot Surabaya, yang dinilainya bisa menjadi solusi alternatif pembiayaan UMKM.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi B Enny Minarsih, dalam kegiatan reses yang digelar di 12 titik wilayah Daerah Pemilihan (Dapil) I Surabaya. Fraksi PKS tersebut menyampaikan berbagai aspirasi warga yang berhasil dihimpun.
Mayoritas aspirasi datang dari kalangan ibu-ibu dan berfokus pada tantangan yang dihadapi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama terkait permodalan dan sarana penunjang usaha.
“Karena peserta kebanyakan ibu-ibu, banyak masukan yang berkaitan dengan pengembangan UMKM,” ujar Enny.
Pada momen itu lah Enny mensosialisasikan BPR SAU. Pasalnya, menurut dia, masih banyak warga yang belum mengenal lembaga tersebut karena kurangnya sosialisasi, sehingga tak sedikit yang akhirnya terjerat pinjaman dari rentenir atau lembaga informal seperti “bank titil” dan koperasi Mekar.
“Tanpa informasi yang memadai, warga cenderung mencari jalan pintas dan terjebak pinjaman yang memberatkan,” tutur Enny.
Enny menyatakan komitmennya untuk menjadi jembatan antara program-program permodalan pemerintah dan masyarakat. Ia ingin kegiatan reses tidak berhenti sebagai forum diskusi, tapi menghasilkan dampak nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Saya berharap ada hasil riil dari reses ini. Misalnya, kelompok UMKM yang difasilitasi dan mendapatkan pembiayaan. Itu bisa menjadi indikator keberhasilan kita,” tambahnya.
Untuk mempermudah pendataan, Legislator dari PKS itu mendorong agar Ketua PKK di tingkat RT dilibatkan sebagai ujung tombak dalam mengidentifikasi UMKM yang aktif dan layak didampingi.
Ia menyebut skema awal bantuan akan diberikan kepada kelompok kecil beranggotakan lima orang, masing-masing menerima modal awal Rp2,5 juta. Jika usahanya berkembang dalam setahun, tambahan modal sebesar Rp5 juta bisa diberikan.
Tak hanya permodalan, Enny juga mencatat bahwa para pelaku UMKM memerlukan dukungan lain seperti tempat berjualan, alat usaha seperti rombong, serta pelatihan pemasaran, kendati itu kendala yang dihadapi pelaku usaha konvensional dalam menyesuaikan diri dengan sistem digital.
“Perubahan dari sistem offline ke online memang tidak mudah, apalagi bagi pelaku usaha lama. Seringkali, mereka butuh dukungan anak muda, tapi kembali lagi, kendalanya adalah dana,” tegasnya.
“Permodalan adalah persoalan mendasar yang harus ditangani secara komprehensif, dan harus disertai dengan pendampingan berkelanjutan agar UMKM dapat berkembang secara optimal,” pungkas Enny Minarsih.