JAKARTA – Sejak awal tahun, harga saham BCA sempat mengalami tekanan, dan ini tidak hanya dialami perseroan sendiri. Namun bank-bank besar lainnya pun mengalami hal yang sama.
Demikian diungkapkan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja yang buka suara terkait saham-saham perbankan termasuk BBCA yang sempat mengalami pelemahan beberapa waktu lalu.
Jahja menyampaikan itu dalam acara Press Conference Paparan Kinerja Triwulan I 2025 PT Bank Central Asia Tbk yang digelar secara virtual via Zoom di Jakarta, belum lama ini.
Jahja mencontohkan, saham-saham perbankan seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI juga melemah beberapa waktu lalu.
Jahja pun menuding kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump yang diberlakukan ke berbagai negara, menjadi penyebab merosotnya saham.
“Kenapa? Karena kita ingat, pada waktu liburan panjang, masa Lebaran, ada kejutan-kejutan dari teman kita, mister Trump yang tiba-tiba mengumumkan ada tambahan biaya-biaya custom untuk tiap negara yang trade balance-nya dianggap merugikan Amerika, termasuk kita terkena 32%,” ungkap Jahja.
Ia memaparkan, pada momentum libur panjang, perdagangan saham di Indonesia belum dibuka. Oleh karena itu, saat pasar telah dibuka pada 8 dan 9 April, saham-saham perbankan langsung mengalami koreksi.
Ini, kata dia, terjadi lantaran para investor bereksi cepat untuk menjual sahamnya di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh Trump.
“Karena naluri investor, begitu dengar suatu berita yang uncertain, belum tahu, belum bisa dimitigasi dampak risiko kepada perbankannya, nomor satu apa? Jual dulu. Dan mentality atau habit ini ya memang begitu. Investor semua, dalam negeri dan luar negeri, aduh cepat jual dulu,” jelas Jahja.
Sejalan dengan hal itu, Jahja membeberkan bahwa kondisi ini tidak berlangsung lama. Menurutnya, para investor mulai melihat fundamental perbankan kuat di tengah situasi ini.
“Nah, nanti sesudah sampai di bottom, ternyata baru mulai lihat bagaimana respons, bagaimana bank yang fundamentalnya, atau bukan hanya bank ya, perusahaan-perusahaan yang fundamentalnya itu bagus, itu mulai diserok lagi. Maka terjadilah rebound,” jelas Jahja.
Di sisi lain, saat disinggung mengenai saham BCA kembali ke level Rp 10.000 pada tahun ini, Jahja tidak bisa meramal apakah harga saham BBCA bisa kembali ke level Rp 10.000 per saham.
“Nah, untungnya saya bukan fortune teller, saya nggak punya bola kaca yang digosok-gosok melintir dia keluar angka gitu ya. Jadi saya jujur katakan nggak tahu, bisa saja tercapai sebelum akhir tahun, bisa tahun depan, dan kami memang target kami bukan untuk menaikkan terus harga saham, kami targetnya menjaga performance,” ucap Jahja.