BANDUNG – Dalam upaya memperkuat industri pertahanan nasional, kemandirian penyediaan bahan baku strategis sangat penting, sehingga mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor untuk bahan baku.
Hal ini disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka, yang mengaku prihatin dengan ketergantungan industri pertahanan Indonesia terhadap bahan baku impor, khususnya di sektor metalurgi dan bahan baku amunisi.
Pada pertemuan dengan jajaran holding BUMN Industri Pertahanan dalam rangka Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI ke PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025), Rieke menyampaikan dirinya merasa sakit hati, lantaran Indonesia tidak mampu membeli bahan baku metalurgi.
“Sekitar 70 persen bahan baku industri pertahanan Indonesia, khususnya logam seperti baja dan kuningan, masih bergantung pada luar negeri. Jujur saya sangat sakit hati Pak, karena sekarang kita tidak bisa beli bahan baku metalurgi. Ini tidak boleh terulang lagi,” ungkap Rieke dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (10/4/2025).
Rieke, pada pertemuan tersebut mengungkapkan keyakinannya, bahwa Indonesia sangat mampu memproduksi propelan sendiri, mengingat bahan dasarnya yang dapat dengan secara mudah diperoleh di Indonesia.
“Contoh konkret, propelan yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam produksi amunisi, kita mampu, Pak. Bayangkan kalau kemudian kita harus beli, dulu harga satu kilo 18 USD, sekarang bisa sampai 50 USD. Untuk produksi 300 juta butir peluru, kita butuh sekitar 500 ton per tahun,” ujarnya.
Politisi fraksi PDIP itu pun menyoroti pentingnya menjaga aset-aset strategis milik PT Pindad. Selain itu, Rieke juga mendorong agar pemerintah dan DPR juga melakukan peninjauan secara langsung terhadap fasilitas riset dan produksi di kawasan Turen dan Subang, untuk meninjau langsung potensi pengembangan bahan baku amunisi tersebut.
“Ini harus didukung penuh. Negara harus hadir secara penuh dalam mendanai riset dan pengembangan industri pertahanan, demi terwujudnya kemandirian dan ketahanan nasional. Jangan hanya dibebankan ke PT Pindad, tapi harus dibiayai oleh negara. Ini kepentingan nasional. Kalau peluru saja masih impor, bagaimana dengan alutsista lainnya?” tandas Rieke.