JAKARTA – Kredit perbankan tumbuh signifikan hingga Februari 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan tersebut mencapai 10,3 persen secara tahunan atau sebesar Rp7.825 triliun.
Dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) har ini, Jumat (11/4), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa kredit investasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan 14,62 persen, diikuti kredit konsumsi (10,31 persen), dan kredit modal kerja (7,66 persen).
“Kinerja intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil risiko yang tetap terjaga. Pada Februari 2025 pertumbuhan kredit masih melanjutkan double digit growth sebesar 10,30 persen yoy,” kata Dian.
Bank BUMN, kata Dian, tercatat sebagai pendorong utama pertumbuhan kredit dengan angka 10,93 persen secara tahunan, atau year on year (yoy)
Sedangkan kredit korporasi berdasarkan kategori debitur, tumbuh sebesar 15,95 persen, dan kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,51 persen.
Kondisi likuiditas industri perbankan pada Februari 2025 pun tetap memadai. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core deposit (ALNCD) yang tercatat sebesar 116,76 persen, meningkat dari posisi Januari sebelumnya sebesar 114,86 persen.
Sementara rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (ALDPK) tercatat sebesar 26,35 persen, naik dari Januari 2025 yang sebesar 26,03 persen. Kedua rasio tersebut masih jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Adapun, liquidity coverage ratio (LCR) berada di level tinggi, yakni sebesar 210,14 persen.
OJK juga melaporkan, bahwa kualitas kredit perbankan juga tetap terjaga. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross, tercatat sebesar 2,22 persen.
“Angka ini sedikit meningkat dibandingkan posisi Januari yang sebesar 2,18 persen,” ucapnya.
Sementara itu, NPL net tercatat sebesar 0,81 persen, naik tipis dari posisi Januari yang sebesar 0,79 persen.
“Di mana Januari yang lalu tercatat sebesar 0,79 persen. Loan at risk juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,77 persen. Januari yang lalu tercatat sebesar 9,72 persen,” imbuhnya.
Meski mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, namun rasio NPL gross dan LAR (loan at risk) tercatat lebih rendah dibandingkan posisi Februari 2024, yang masing-masing sebesar 2,35 persen dan 11,56 persen.
“Rasio LAR tersebut juga sudah di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019,” kata Dian.
Ia pun memastikan ketahanan perbankan juga tetap solid, tercermin dari permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) yang masih berada di level tinggi, yakni sebesar 26,98 persen.
Terakhir, diakui Dian, capital adequacy ratio sedikit menurun dari posisi Januari yang sebesar 27,01 persen.
“Namun tetap menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global dewasa ini,” tutupnya.