JAKARTA – Tingginya biaya administrasi penarikan uang tunai di Bank DKI menjadi sorotan Komisi B DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, biaya itu jauh lebih tinggi dibanding bank-bank lainnya, bahkan mencapai 10 kali lipat.
Hal tersebut mengemuka pada rapat kerja pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) penggunaan APBD Tahun 2024 bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta di gedung DPRD DKI, Kamis (10/4/2025).
Sorotan utama tertuju pada biaya Rp100 ribu untuk penarikan di atas Rp100 juta tanpa pemberitahuan sehari sebelumnya.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Francine Eustacia, mengungkapkan bahwa biaya administrasi tersebut 10 kali lipat lebih mahal dibandingkan bank lain yang hanya mengenakan Rp10 ribu untuk transaksi serupa.
Nasabah yang menarik uang tunai di atas Rp100 juta, menurut Francine, biasanya tergolong prioritas, yang seharusnya mendapatkan fasilitas khusus, termasuk pembebasan biaya administrasi.
“Penarikan tunai tanpa pemberitahuan sehari sebelumnya untuk penarikan di atas Rp100 juta itu dikenakan biaya administrasi Rp100 ribu. Biaya administrasinya sangat besar… Ini Bank DKI 10 kali lipat,” ujarnya di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (10/4/2025).
Francine menambahkan bahwa bank lain umumnya memberikan insentif berupa gratis biaya administrasi untuk menarik nasabah.
Persoalan lainnya, Francine juga menyoroti penukaran uang di Bank DKI yang dikenakan biaya administrasi sebesar Rp10 ribu. Ini diketahuinya saat meminta timnya menukarkan uang ke dalam bentuk pecahan dalam rangka Lebaran pada Maret lalu.
Francine meminta bank BUMD Jakarta itu mempertimbangkan kebijakan pemberlakuan biaya administrasi ini. Hal ini mengingat, bank yang sempat dilanda masalah sistem layanan itu, perlu menarik minat masyarakat untuk menjadi nasabah mereka.
“Ini, tolong juga bisa menjadi pertimbangan dan masukan bagi Bank DKI, bagaimana caranya untuk menggaet nasabah lebih banyak, memberikan promosi, juga memberikan layanan yang bisa bersaing dengan bank-bank lainnya,” kata Francine.
Sementara Direktur Utama Bank DKI Agus Haryoto Widodo menanggapi kritik Anggota DPRD DKI tersebut, mengatakan akan meninjau ulang kebijakan pemberlakuan biaya administrasi untuk penarikan uang tunai di atas Rp100 juta dan penukaran uang.
“Kami reviu mengenai biaya agar digratiskan, paling tidak kami lebih kompetitif dari bank lain. Termasuk untuk biaya penukaran uang yang akan reviu lagi, supaya kami jauh lebih kompetitif dan memberikan manfaat yang baik untuk masyarakat Jakarta,” kata Agus.
Dalam Rapat Kerja itu, Komisi B juga mengusulkan agar Bank DKI perlu memprioritaskan perbaikan keamanan dan mitigasi risiko untuk mencegah gangguan sistem layanan kembali terulang di masa mendatang.
“Yang perlu menjadi prioritas perbaikan keamanan, khususnya di IT-nya dan mitigasi risiko serta juga adanya tim cepat tanggap untuk siaga kalau ada insiden-insiden seperti ini, khususnya untuk insiden siber,” ujar Francine.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bank DKI mengalami gangguan sistem layanan pada 29 Maret 2025, yang mengakibatkan nasabah tak bisa melakukan transaksi keuangan. Kejadian ini merupakan yang ketiga kalinya.
Francine meminta Bank DKI segera menyelesaikan masalah tersebut termasuk berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memulihkan layanan.
“Ini sudah hampir dua minggu tolong segera bisa diselesaikan, koordinasi secepatnya dengan Bank Indonesia dan OJK bagaimana memulihkan layanan dan juga memulihkan kepercayaan masyarakat untuk tetap menggunakan Bank DKI,” kata dia.
Di sisi lain, sambung dia, Bank DKI perlu memperbaiki komunikasi publik mereka. Ini mengingat minimnya komunikasi Bank DKI pada nasabah selama insiden gangguan layanan terjadi.
“Dalam dua minggu insiden ini komunikasi atau penjelasan pada masyarakat, pada publik ini minim. Bahkan beberapa kali harus kami ingatkan bagaimana update-nya, bagaimana penjelasan ke masyarakat,” ujar dia.
Hal lain yang juga menjadi rekomendasi atau usulan yakni dilakukannya audit baik secara internal maupun eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan OJK. Penguatan audit internal pun dinilai perlu dilakukan supaya tidak terjadi lagi hal-hal serupa ke depannya.