SEPUTARBANK, DEPOK – Debat calon wakil presiden 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) tadi malam menghadirkan dinamika politik yang menarik. Vishnu Juwono, pengamat politik kebijakan publik Universitas Indonesia (UI), memberikan analisis mendalam terkait peristiwa tersebut.
Taktik dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo – Gibran untuk menurunkan ekspektasi terhadap Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai berhasil. Vishnu mencatat kemiripan strategi dengan Presiden Joko Widodo pada 2014, di mana menciptakan ekspektasi rendah untuk mendapatkan kejutan positif. Dengan menilai Gibran sebagai underdog, Vishnu menyatakan bahwa hal ini memungkinkan Gibran untuk tampil mengikuti jejak ayahnya dengan bahasa sederhana, menyampaikan pesan kunci berulang, misalnya tentang program ekonomi untuk mewujudkan generasi emas di 2045.
Analisis Vishnu juga menyoroti kelemahan peserta debat, terutama Muhaimin Iskandar yang kesulitan memanfaatkan waktu terbatas dan menggunakan istilah “selepet economics” yang dianggap tidak pas untuk topik serius yang menyangkut hajat hidup orang banyak. “Sementara Mahfud MD dinilai unggul dalam aspek substansi, terutama saat menyampaikan program ekonomi di pernyataan penutup, walaupun delivery-nya terkesan terburu-buru dan membaca teks terlalu banyak” tutur Vishnu.
Namun Vishnu mengkritik “masih adanya disinformasi, ketidakakuratan fakta, dan penyampaian program ekonomi yang tidak realistis dari ketiga kandidat cawapres” Rencana membangun 40 mega kota setara Jakarta oleh Muhaimin Iskandar dan peningkatan rasio pajak menjadi 23% oleh Gibran dianggap tidak realistis.” Sedangkan Indonesia pernah meraih pertumbuhan ekonomi lebih dari 7% pada era reformasi yakni di kuartal II tahun 2021, tidak sesuai dengan klaim dari Mahfud. Menurut Vishnu, penyampaian rencana atau data yang tidak sesuai dengan kondisi aktual dapat menyesatkan pemilih.
Meskipun Gibran dinilai paling efektif dalam menyampaikan pesan, dibanding Mahfud dan Cak Imin, Vishnu menyayangkan “penggunaan taktik yang dianggap kurang etis dengan pertanyaan teknis dan penggunaan istilah asing yang sulit dipahami lawan, seperti Carbon Capture Storage atau SGIE, tanpa menjelaskan kepanjangan atau maksud dari pertanyaan tersebut.”
Vishnu juga menyoroti kekurangan KPU sebagai penyelenggara debat. Penambahan podium kepada para peserta cawapres dianggap tidak memberikan perbaikan signifikan, sementara format debat masih terlihat seremonial, kaku, dan birokratis. “Pemilihan tema dengan terlalu banyak subtopik juga dinilai tidak memberikan ruang yang cukup untuk penjelasan yang komprehensif dari kandidat” tuturnya. Vishnu mengusulkan batasan maksimal tiga subtopik untuk mendapatkan pemikiran lebih mendalam, misalnya subtopik ekonomi digital, ekonomi sektor riil dan ekonomi sektor investasi.
Salah satu poin yang paling ditekankan oleh Vishnu Juwono adalah mengenai topik ekonomi. Ia menilai bahwa isu ekonomi, sebagai salah satu program utama pemerintahan, seharusnya menjadi fokus calon presiden, bukan wakil presiden. “Dalam konteks pemilihan negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris Raya, topik ekonomi selalu menjadi salah satu pusat perdebatan calon kepala pemerintahan”, tambah Vishnu.
Vishnu juga mengajak publik untuk lebih kritis dalam menilai debat cawapres. Ia menekankan pentingnya transparansi, substansi, dan etika dalam menyampaikan gagasan dalam program ekonomi. ” Dalam acara debat Capres dan Cawapres mendatang para kandidat diwajibkan menyampaikan informasi yang akurat sesuai fakta dan dengan menegakkan prinsip etika yang tinggi, sehingga masyarakat benar mengerti seutuhnya mengenai program kerja masing-masing”, tutup Vishnu.